10/03/2015

Ashoka Samrat ANTV Episode 176


Penjabat Samrat sementara Sushim di iringi oleh perdana menteri Khalatak memasuki ruang sidang, yang hadir memberi hormat padanya. Charumitra menatap Shusima dengan tatapan bangga. Setelah duduk di Singasana Magadha, dia memerintahkan agar penjahat segera di hadapkan padanya untuk di adili. Lalu Ashoka dengan tangan terantai di dampingin Rahdgupta dan dewi Dharma memasuki ruang sidang. Ashoka bertatapan dengan Suhim. Charumitra terlihat puas. Ashoka dan rombongan berdiri di hadapan Sushima sebagai pesakitan. Melihat itu, Charumitra memanggil Dharma dan menyuruhnya duduk di tempat yang disediakan sebagai ratu. Dharma menatap Ashoka dengan khawatir, Ashoka mengangguk. Lalu dengan berat hati, Dharma melangkah ketempat yang telah di sediakan untuknya. Charu berkata pada Dharma, “aku tidak berpikir hal ini akan berlanjutan, karena aku berharap, kita dapat menyelesaikannya dengan cara damai.”

Apa yang di pikirkan Charumitra tidak sama dengan apa yang di pikirkan Shumima. Dengan setengah berbisik Shushima berkata pada Khalatak kalau dirinya akan menghukum Ashoka dengan berat, “..agar dia  mengetahui bahwa antara dia dan kita berbeda dan perbedaan itu sangat besar…” Khalatak mengingatkan Shusim kalau dia tidak bisa menjatuhkan hukuman sendirian, “karena sesuai aturan, ketika samrat terlibat dengan kasus yang diadilinya maka harus ada hakim netral yang akan mendengarkan kasusnya dan bersama mereka, anda akan memutuskan hukumannya.” Shushim geram mendengar aturan itu. DI abertanya, “dimana hakim itu?” Khalatak menunjuk dua orang achari yang memasuki ruang sidang, “itu mereka.” Kedua Achari segera melangkah kehadapoan Shushima dan memberinya hormat. Dengan enggan Shushim mengangkat tangan membalas pernghormatan para Achari. Khalatk menyuruh kedua achari tersebut mengucapkan sumpah bahwa mereka akan mendengarkan kasus secara seksama dan akan menjalankan keadilan atas dasar kemanusiaan dan karena kewajiban mereka pada tuhan.

Khalatak kemudian menjelaskan situasinya pada kedua achari bahwa ada masalah besar dan menegangkan telah terjadi dalam keluarga kerajaan, “..samrat telah di serang. Dan hukuman yang pantas untuk penyerang itu adalah hukuman mati. Saya berharap para hakim mendengarkan semuanya.” Salah satu achari berkata kalau mereka perlu mendengarkan seluruh situasi dan kronologis di mana peristiwa kejahatan itu berlangsung. Mendengar kata-kata hakim achari, Shushima berkata dalam hati, “jika mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi, mereka tidak akan menghukum Ashoka. Aku harus melakukan sesuatu.”

Khalatan memberi tahu semua orang yang hadir di sidang bahwa Ashoka telah meninju samrat Shushim, ” dia berniat membunuhnya..” Ashoka menyela cepat, “itu tidak benar!” Achari bertanya, “yang benar bagaimana?” Ashok mengatakan kalau dirinya memang menyerang Shushim, tapi tidak punya niat untuk membunuhnya, “dia menghina ibuku dan aku menjadi marah karenanya.” Shushim dengan cepat membenarkan, “dia benar!” Semua orang tertegun mendengarkan pembenaran dari Shushim. Termasuk Khalatak sendiri. Hanya Radhagupta yang waspada, “permainan apa yang sedang di mainkan Shushima?”

Di tempat lain, Chanakya dan Bindusara sedang melakukan bakti sosial. Chanakya tersenyum senang melihat Bindusara membagikan makanan pada para rakyat jelata dan brahmana yang duduk dengan tertib. Seorang wanita misterius dengan kening bertanda dan kepala bertudung juga ada diatara antrian itu. Satu persatu Bindusara mengulurkan makanan ke piring mereka. Saat gilirannya, si wanita misterius menatap Bindusara dengan tatapan yang sulit di artikan. Bindu mengulurkan makanan ke piringnya. Saat akan beranjak, mata Bindu tersempak pada wajah si wanita yang saat itu juga sedang melirik kearahnya. Bindu terlihat heran dan penasaran, tapi tidak berkata apa-apa. Bindu menahan keheranannya dan hendak beranjak pergi ketika seorang pendeta memanggilnya. Bindu menyempatkan diri menatap si wanita sekali lagi sebelum menoleh ke arah sang pendeta. Pendeta memuji Bindusara karena telah menyimpan dan melaksanakan impian Chandragupta yaitu menciptakan perdamaian di negeri Magadha. Bindu tersenyum dan meminta pendeta berdoa agar generasi penerusnya akan mengikuti jejaknya dan mengangkat nama Maurya ke tempat yang lebih tinggi lagi. Pendeta mengangguk, “…waktu yang akan memutuskannya.”

Di istana Magadha, Ratu Charumitra bersaksi kalau dirinya ada di tempat kejadian dan menyaksikan apa yang terjadi, “Ashok menyerang pangeran Shushima, ku pikir anakku tidak akan hidup..” hakim bertanya mengapa Ashoka melakukan hal itu? Charu menjawab, “aku hanya ingin mengatakan kalau sebagai saudara, Shushima hanya mengungkapkan pendapatnya. Seperti layaknya seorang kakak membagi pemikirannya pada seorang adik. AKu tahu Ashok tidak suka dengan beberapa hal dan shushim mengatakan sesuatu tentang ibunya, tapi itu bukan berarti dia berhak mengambil nyawa orang itu. Aku takut kalau Ashok merasa cemburu dengan Sushim karena Shushim mengalahkannya dalam adu kata. Setelah kasus pangeran Justin, segalanya menjadi mungkin.” Perdana menteri Khalatak juga mengatakan kesaksiannya. radha meminta hakim memberi Ashok kesempatan untuk bicara. Hakim setuju, “dalam kasus ekstrim seperti ini, kami memberi hak pada kriminal untuk memberi penjelasan.” Shushim setuju dengan pendapat Radhagupta dan menyuruh Ashok untuk menjelaskan situasinya, “tapi jika dia seorang penjahat dan tidak bisa memberi penjelasan, maka seseorang bisa bicara atas namanya, dan aku tahu siapa yang bisa melakukan itu…ibu ratu Dharma yang akan bicara atas nama Ashoka.” Dharma tertegun. Shushim menyuruhnya bicara. Dharma dengan sedikit binggung berkata kalau dirinya tidak melihat dengan jelas karena dia berdiri di belakang. Charu dengan cepat menyela dengan nada menghina, “kau terbiasa sebagai pelayan karena itu kau berdiri di belakang. Tapi kau ada bersamaku. Kau melihat apa yang aku katakan padanya. Kau mendengar apa yang ku dengar…” Dharma tertunduk. Ashok sedih melihat ibunya, dia membatin, “…begini caranya mereka menghina ibuku. Dan hanya ada satu cara untuk menghentikannya…”

Tanpa pikir panjang Ashok segera mengaku kalau dia melakukan kejahatan itu, “aku menerima telah melakukan apa yang mereka katakan. Mereka mengatakan yang sebenarnya.” Dharma dan radha tertegun. Shushim dan Charu terlihat puas. hakim bertanya, “tahukah kau kalau kau akan di beri hukuman yang berat?” Ashok mengangguk. Dharma memohon pada Ashok agar tidak melakukan itu. Shushim menyela, “aku juga berharap agar anda berdua tidak memberinya hukuman yang berat. DIa telah berbuat kesalahan, tapi dia tidak akan melakukan hal itu lagi..”

Hakim menasehati Ashok agar belajar dari kakaknya, “dia tidak egois. seorang Samrat seperti dia yang di butuhkan di masa depan. karena samrat telah meminta keringanan hukuman, maka kami akan memberimu hukuman yang ringan. Jika kau punya keinginan, maka utarakan sekarang. Jika hukuman telah di jatuhkan dan kau punya permintaan maka hukumanmu akan di tingkatkan menjadi 10 kali.” Ashok berkata kalau dirinya tidak punya permintaan apa-apa. Shushim berpikir, kalau kebenaran yang di sembunyikan Ashok akan membahayakan dirinya sendiri.

Hakim memutuskan kalau hukuman bagi Ashok adalah di cambuk 10  kali. Dharma sambil menangis berteriak, “tidak….” Shushim menenangkan Dharma, “Ma, jangan khawatir. AKu tidak akan membiarkan sesuatu apapun terjadi pada saudaraku.”  Sushim menyuruh Ashok kedepan untuk menerima hukuman. Ashok sadar dengan peran yang di mainkan Shushim begitu pula radhagupta. Khalatak menyerigai puas. Sambil menetap geram ke arah Shushim, Ashok maju kedepan berjongkok. Melihat itu Dharma menangis. Seorang prajurit yang membawa cambuk mendekat. Dia mengangkat cambuknya dan memukul. Tapi bukan pada Ashok tapi pada seorang anak jelata yang turut jongkok di belakang Ashok. Saat menerima pukulan anak itu berteriak kesakitan. Ashok segera menoleh dan bangkit dengan protes pada Shushim, “apa ini? kenapa memukulnya?” Shushim berkata kalau hukuman telah di tetapkan. Ashok berkata kalau hukuman itu untuknya bukan untuk anak itu. Sushim sambil menyerigai tipis berkata, “ashok, apakah kau tidak tahu jika keluarga kerajaan mendapat hukuman cambuk, maka rakyat jelata yang akan menanggung hukuman itu.” Ashok dengan geram berkata kalau dia tidak bisa menerima aturan itu. Shuhsim bertanya, “apakah kau menentang aturan?” hakim memprotes Ashok, “Samrat telah sangat baik padamu, dan kau…!” Ashok  m,embela diri, “aku tidak tahu apa-apa. AKu penjahatnya, maka aku yang harus menerima hukumannya, bukan orang lain.” Hakim mengingatkan Ashok bahwa jika dia protes, maka hukuman akan di tambah menjadi 10 kali lipat. Shushim berkata, “maka Ashok harus menanggung hukuman 100 kali pukulan cambuk.” Ashok berkata kalau dirinya menerima hukuman itu. hakim memutuskan kalau hukuman Ashok akan di lakukan di depan seluruh rakyat Magadha sehingga tak seorangpun dari mereka kelak akan melanggar aturan seperi Ashok. Shushim menyuruh Ashok meninggalkan ruang Sidang. Prajurit membawa Ashoka pergi. Dharma berteriak histeris, menyuruh Ashok meminta maaf dan menghakhiri masalah ini. Tapi Ashok tak mengacuhkannya. Dharma menanggis melihat kekerasan hati Ashoka.

Di halaman Istana, hukuman Ashok akan di laksanakan. DI sana telah berkumpul rakyat Magadha, Shushim, hakim, khalatak dan prajurit yang akan menjalankan hukuman pada Ashok. Shushim menyuruh pengawal membawa Ashok kehadapannya. Ashok dengan tangan terantai muncul. Di ikuti keluarga kerajaan dan Ahenkara. Hukuman untuk Ashok siap di laksanakan ketika Shushim berteriak, “hentikan! Siapa yang akan menghitung cambukan itu?” Semua terlihat diam berpikir. Shushim berkata kalau calon istrinya yang akan menghitungnya. Dia menyuruh Ahenkara maju. Dengan cemas Ahenkara mematuhi perintah Shushim. Shushim menyuruh Ahenkara menghitung hukuman untuk Ashok dengan tepat, “jika kau membuat kesalahan, maka hukuman Ashok akan di tambah lagi..” Shushim menyuruh hukuman agar di mulai. Prajurit mulai mencambuk Ashok. Ashok mengadu kesakitan. Ahenkara dengan hati iba dan pilu terpaksa menghitung setiap cabukan yang di terima Ashok. Dharma dan radha yang melihat hukuman itu turut merasakan kesakitan yang di derita Ashok. Shushim dan Charu tersenyum puas… begitu pula Khalatak…